Kamis, 13 Desember 2007

"Dunia jungkir balik"



"Bunda, duniaku terbalik bunda..!"
dan Ku balikan posisi tubuhnya. Kepala di bawah menggantung dan kakinya ku pegang erat seraya mengangatnya keatas supaya tidak memberntur lantai. Hati-hati sekali ku pragakan atraksi itu.
Terkesan sedikit bahaya tapi setelah menilik reaksi mutia yang geli dan menikmati 'akroba' jungkir balik dunia nya itu membuat hal ini jadi kebiasaan canda 'ala' ku di waktu senggang.
Kerap ku katakan kalimat, "terbalik" seketika ia memposisikan tubuhnya yang dalam pelukan ku bersiap 'jungkir balik'.
Eyang Uti ( ibu ku) sering misuh-misuh dan tak jarang ia berkomentar bahkan melarang bahwa itu bahaya.
Jelas berbahaya kalau di lakukan tanpa perhitungan matang dan taktik atau kemampuan diri dalam melakukan apapun tidak hanya antraksi 'jungkir balik' mutia. Alhamdulillah selama ini aku bisa menguasai atraksi itu, tanpa ada unsur 'sok' pamer atau riya (nauzubillahmindzaliq).
Tanpa aku sadari kebiasaan itu pun manarik 'minat' keponakan ku yang pertama yaitu LIZA.
Kakak Liza biasa ku memanggilnya. Menurut laporan "personal asisten" dan ibu ku ( hal yang biasa di lakukan tiap aku pulang selepas bekerja) keponakan ku yang tengah duduk di bangku sekolah dasar kelas satu itu mencoba menggendong dan mengangkat Mutia (anak ku) kemudian mempraktikan atraksi jungkir balik itu. Syukur ku, pada waktu itu anggota keluarga mengawasi 'cara' bermain keponakan dan anak ku yang menyerempet bahaya (menurut mereka). Jadi tidak terjadilah hal yang mengkhawatirkan itu karena keburu di interupsi oleh Eyang Uti ( ibu ku), Eyang Akung (bapak ku), Mama Liza (kakak ipar ku) dan Mba' Ine (Pesonal Asisten baru ku).
Singkat cerita (bener-bener singkat deh), keponakan ku itu merasa tersinggung dan sebetulnya bersalah juga tapi gengsi mengakuinya kemudian lari masuk kamar dan mengunci diri sambil menangis. Hasil dari keterangan yang ku minta secara pesonal antar aku dan kakak liza adalah ia hanya ingin bermain-main dan menyenangkan sang adik, karena ia sayang adik mutia. ( so sweet reason, but it was dangerous sweety...)
Kedekatan ku dengan keponakan pertama ku itu lah yang (Mungkin karena sejak umur satu minggu aku sudah membantu merawatnya) membuka peluang jalinan kedekatan antara aku dan dia. Maka kami pun (mulai) biasa mebicarakannya ketimbang aku harus melarang dan menasehatinya terang-terangan.
Banyak yang bilang keponakan ku itu cenderung 'meniru' ku, padahal menurutku semua anak-anak adalah copy cut sejati (peniru ulung). Dan tidak hanya aku yang ia tiru semua gaya yang ia rasa 'asyik' dan 'match' buat dunianya pun pastinya ia tiru. Alih-alih memberi pelajaran atau maksudnya mendidik kita cenderung lebih menegurnya dan jarang dengan nada tinggi, lantas mencapnya 'Nakal'(hik..hik..jadi ngomongin diri sendiri *senyum* malu). Pada hal mungkin kita dulu seperti itu atau seramnya lagi mungkin ia meniru kita sebagai orang-orang tua sekitarnya.
Maka dari itulah (nasehat banget..hemhem) kita sebagai "orang tua" harus hati-hati banget. Anak-anak adalah 'kamera" intai yang bernyawa apa pun tindak tanduk kita besar peluangnya untuk di tiru. Dan menurut tokoh dunia Imam Khomeni pun mengakui bahwa dunia anak adalah bermain dan nakal, jika tidak mungkin anak itu tidak sehat. So starting now (resolusi tahun baru juga nih) musti berbenah diri dan banyak looking back to our self dalam menghadapi serta memandang dunia yang bakal benar-benar jungkir balik. last "Tua itu pasti! dan Dewasa adalah pilihan!"
(Medio akhir tahun 2007)