Rabu, 23 Januari 2008

"Surat Cinta Ku"

Aktifitas pagi di rumah ku sangat berwarna (rumah orang tua ku tepatnya, karena aku masih parasit lajang at this moment). Di mulai oleh pekikkan Ibu ku yang menyerukan keponakan 'pelor' ku bangun hampir di tiap pagi sudah menjadi rutinitas. Alih-laih aku yang baru tidur dini hari karena beberapa dateline tulisan terusik juga dan mau ga' mau, sudi ga' sudi ikut bangun pagi. dan turun 'tanah' ( karena posisi kamar ku di atas, dan kebetulan rumah ku 'melar' ke atas, alasan lainnya adalah harga tanah mahal di jakarta jadi agak sulit untuk me-melar-kan kesamping kiri atau kanan).
"Kakak Liza......!!!(begitu biasa panggilan sayang keponakan pertama ku) Mandi cepetan!. Ini sudah siang, kamu kan harus sekolah. Nanti terlambat baru tahu rasa. Eyang Uti ga' mau bantuin kalau Bu Guru mu negur kamu karena telat datang," seru ibu ku setengah geregetan geram giman gitu loch!.
Dan seruan lain pun ikut berkumandang mengekor suara ibu ku yang bernada sama juga 'memerintah'.
Sedang aku asyik duduk dekat meja makan memandangi sarapan pagi dan secangkir kopi hitam manis. Tak jauh dari situ diletakan box bayi kepunyaan mutia, dan seperti biasa Mutia tampil manis, wangi karena sudah mandi sedari bangun pagi sekali. Dialah yang paling rajin bangun pagi-pagi sekaligus sudah berdandan rapi juga wangi sepagi ini. Tak pernah legam senyum yang terpasang untuk ku,meski aku masih kucel. Selalu manis dan bergerak-gerak badan yang di condongkan ke kanan atau kiri sesukanya, bergelayut manis pula rambut ikal hampir panjang menyentuh bahu. Bikin gemas untuk diciumi baunya.


"Iya nih, dasar malas. Tidur nya malam sih. Makanya jangan banyak main...dan Bla...Bla...Bla.." lagi seru kakak ipar ku (mamah nya Kakak Liza) menambah 'riuh' cenderung jadi keruh suasana pagi. Sebetulnya aku paling sebal kalau pagi-pagi harus 'adu argument' macam hukum rimba begitu. Untuk Keponakan ku sendiri cuma bisa manyun berwajah masam, mungkin ia sangat terusik oleh pembangunan yang sesungguhnya tidak ia setujui, seperti penjajahan saja. Masih belum beranjak dari tempat tidur ultimatum ibu ku (eyang uti) semakin berani terkesan 'sadis'.


"Kamu tuh Malas sekali Liza! Awas! kalau belum turun dari tempat tidur juga, Uti siram pakai air!. Kamu mau cara halus apa di kasar sih..???!!" Hujam kata Ibu ku.

Aku senyum-senyum saja. Lah wong dari tadi juga sudah pakai cara kasar gumam ku pendek.
semua mata memandang dan ku pun cuek. Demi mendengar suara ku, sesaat keponakan ku langsung turun lalu beringsut mendekati ku yang masih tengah duduk di meja makan.
Seperti hendak mengadu. mencari sekutu atau bantuan pada ku. Ia memilih minta ditemani oleh ku saat mandi."Sama..Tante...." lenguhnya pelan.
Ibu, Kakak ipar juga kakak laki-laki ku seketika memandang ku seperti sebuah perintah..sudah sana cepat temani keponakan mu dari pada kesiangan mandi dan telat ke sekolah. Loh..kok jadi sewot semua matanya...damai aja, Bung! Setengah diseret langkah ku pun menuntun Kakak Liza ke kamar mandi. Masih dalam diam ku pandangi ia mepreteli baju tidur (daster) pada tubuhnya yang gendut menggemaskan itu ('Munel' kalau bahasa ibu ku biasa memanggilnya). Selanjutnya ku bantu ia mandi sendiri.
Bukan sok Jaim..tapi aku paling tak hoby ikut nimbrung 'diskusi' pagi di rumah, hanya saja kalau sudah ada tangis pecah dan omelan-omelan semakin seru, barulah aku ikut 'rembug'. seperti halnya pagi ini. setelah acara mandi-mandi sudah selesai mulus, sesi pakai baju dan dandan pun jadi seru. Keponakan ku yang terkenal 'lelet' semakin mengeramkan anggota keluarga. Komentar-komentar serupa seruan marah pun makin santer terdengar.

"Aduh..Kakak....cepetan bajunya...." atau "Ini lagi cepat di kancingin kemejanya.., kaos kaki nya juga...tuh...kan....dan seterusnya...dan seterusnya.." kadang tak ayal kakak iparku menghadiahkan 'cuilan' pedis di kulit keponakan ku itu. dan tangis pun pecah. Sempurna lah pagi-pagi ku.
Akhir cerita, kembali aku lah satu-satunya sekutu kakak liza ( selain bapak ku/eyang akung tentunya, karena beliau cenderung tak ambil perduli asyik terus baca koran pagi). Sambil setengah mengibur disela sedu sedan oleh tangis hasil cubitan ibunya, ku bantu ia merapikan diri seketika dia pun tampil rapi. Siap menuntut ilmu di sekolah tingkat dasar negeri demi menjadi manusia yang beradab, kebanggaan negri, cerdas, pintar dan rangking satu! (mungkin?).
Malam hari setelah pulang dari mengeluti kerja kudapati tempelan sepucuk amplot surat kecil di pintu kamar ku. Menilik dari tulisannya aku bisa menebak jitu pengirim nya. Kakak Liza.
Ku baca surat yang awalnya ku pikir lucu, tapi setelah itu aku tersentuh..isi nya: (di tulis panjang tanpa tanda baca).
" Tante Ita Ini Surat dari kakak Liza Untuk Tante Jangan dibuang ya tolong pelise (maksunya Please, lalu ada tanda hati kemudian disambung lagi) aku ucapin terimakasih tante baik tadi pagi tidak ikutan marahin aku aku kan masih ngantuk tapi uti mamah bapak suka ngak ngerti terimakasih tante dan liza cinta sayang tante (kemudian baris paling bawah) dari kakak liza (tanda hati) buat tante ita jangan dibuang. LIZA."
Lantas ku dekap kertas surat bertuliskan tinta biru dengan tak beraturan antara tata hurup-hurup besar kecilnya,tapi sangat 'sempurna' untuk ku. Thank You so much dear for the lovely letter. I love You Too so muach..as well as u want dear. ( Januari'08)