Kamis, 13 Desember 2007

"Dunia jungkir balik"



"Bunda, duniaku terbalik bunda..!"
dan Ku balikan posisi tubuhnya. Kepala di bawah menggantung dan kakinya ku pegang erat seraya mengangatnya keatas supaya tidak memberntur lantai. Hati-hati sekali ku pragakan atraksi itu.
Terkesan sedikit bahaya tapi setelah menilik reaksi mutia yang geli dan menikmati 'akroba' jungkir balik dunia nya itu membuat hal ini jadi kebiasaan canda 'ala' ku di waktu senggang.
Kerap ku katakan kalimat, "terbalik" seketika ia memposisikan tubuhnya yang dalam pelukan ku bersiap 'jungkir balik'.
Eyang Uti ( ibu ku) sering misuh-misuh dan tak jarang ia berkomentar bahkan melarang bahwa itu bahaya.
Jelas berbahaya kalau di lakukan tanpa perhitungan matang dan taktik atau kemampuan diri dalam melakukan apapun tidak hanya antraksi 'jungkir balik' mutia. Alhamdulillah selama ini aku bisa menguasai atraksi itu, tanpa ada unsur 'sok' pamer atau riya (nauzubillahmindzaliq).
Tanpa aku sadari kebiasaan itu pun manarik 'minat' keponakan ku yang pertama yaitu LIZA.
Kakak Liza biasa ku memanggilnya. Menurut laporan "personal asisten" dan ibu ku ( hal yang biasa di lakukan tiap aku pulang selepas bekerja) keponakan ku yang tengah duduk di bangku sekolah dasar kelas satu itu mencoba menggendong dan mengangkat Mutia (anak ku) kemudian mempraktikan atraksi jungkir balik itu. Syukur ku, pada waktu itu anggota keluarga mengawasi 'cara' bermain keponakan dan anak ku yang menyerempet bahaya (menurut mereka). Jadi tidak terjadilah hal yang mengkhawatirkan itu karena keburu di interupsi oleh Eyang Uti ( ibu ku), Eyang Akung (bapak ku), Mama Liza (kakak ipar ku) dan Mba' Ine (Pesonal Asisten baru ku).
Singkat cerita (bener-bener singkat deh), keponakan ku itu merasa tersinggung dan sebetulnya bersalah juga tapi gengsi mengakuinya kemudian lari masuk kamar dan mengunci diri sambil menangis. Hasil dari keterangan yang ku minta secara pesonal antar aku dan kakak liza adalah ia hanya ingin bermain-main dan menyenangkan sang adik, karena ia sayang adik mutia. ( so sweet reason, but it was dangerous sweety...)
Kedekatan ku dengan keponakan pertama ku itu lah yang (Mungkin karena sejak umur satu minggu aku sudah membantu merawatnya) membuka peluang jalinan kedekatan antara aku dan dia. Maka kami pun (mulai) biasa mebicarakannya ketimbang aku harus melarang dan menasehatinya terang-terangan.
Banyak yang bilang keponakan ku itu cenderung 'meniru' ku, padahal menurutku semua anak-anak adalah copy cut sejati (peniru ulung). Dan tidak hanya aku yang ia tiru semua gaya yang ia rasa 'asyik' dan 'match' buat dunianya pun pastinya ia tiru. Alih-alih memberi pelajaran atau maksudnya mendidik kita cenderung lebih menegurnya dan jarang dengan nada tinggi, lantas mencapnya 'Nakal'(hik..hik..jadi ngomongin diri sendiri *senyum* malu). Pada hal mungkin kita dulu seperti itu atau seramnya lagi mungkin ia meniru kita sebagai orang-orang tua sekitarnya.
Maka dari itulah (nasehat banget..hemhem) kita sebagai "orang tua" harus hati-hati banget. Anak-anak adalah 'kamera" intai yang bernyawa apa pun tindak tanduk kita besar peluangnya untuk di tiru. Dan menurut tokoh dunia Imam Khomeni pun mengakui bahwa dunia anak adalah bermain dan nakal, jika tidak mungkin anak itu tidak sehat. So starting now (resolusi tahun baru juga nih) musti berbenah diri dan banyak looking back to our self dalam menghadapi serta memandang dunia yang bakal benar-benar jungkir balik. last "Tua itu pasti! dan Dewasa adalah pilihan!"
(Medio akhir tahun 2007)

Selasa, 11 Desember 2007

"one of people every year"



Minggu, 24/12/2006


Saya mencoba hidup mandiri dengan diri saya sehingga menjadi apa pun dan tidak menjadi apa pun tidak boleh menjadi masalah.


ACARA Kenduri Cinta yang digelar di pelataran Taman Ismail Marzuki (TIM),Jakarta,pada awal bulan ini masih seperti bulan-bulan sebelumnya,dipadati pengunjung.Malam itu,puluhan orang duduk melingkari panggung sederhana.Mereka berangkat dari berbagai kelas sosial,komunitas, bahkan agama dan keyakinan yang ada di Jakarta.Beragam diskusi, mulai dari masalah politik hingga sosial seperti poligami yang lagi hangat-hangatnya,dibicarakan.


Tepat setengah jam menjelang pergantian hari,seorang pria mengenakan kaos oblong warna putih dan rambut agak gondrong naik ke atas panggung. Audiens terdiam.Dengan suara baritonnya,pria itu menyapa puluhan hadirin.”Saya baru datang dari Finlandia dan saya kangen dengan kehangatan Anda semua, orang Indonesia,saudara-saudara saya,”sapanya. Pria itu kemudian melanjutkan sapaannya dengan cerita dirinya baru saja keliling ke salah satu negeri Skandinavia tersebut.


Di sana,bersama Kiai Kanjeng,dia mementaskan pertunjukan musik, salah satunya di sebuah gereja. ”Saat kami hampir menyelesaikan pertujukan kami,dengan standing ovationmereka berteriak we want more,we want more...Padahal mereka tidak tahu bahasa kami. Mungkin mereka juga akan tetap standing ovationmeski kami pisuhi (marahi) dalam musik-musik kami,” candanya.


Hadirin yang hadir pun tersenyum lebar mendengar guyonan ringan tersebut. Begitulah cara khas Emha Ainun Nadjib menyapa audiensnya.Pria kelahiran Jombang,27 Mei 1953,ini tetap terkesan nakal dan apa adanya.Namun,justru dengan cara seperti itu massa yang hadir dalam forum tersebut merasa setara dengan dia.Malam itu merupakan pementasan terakhir Kenduri Cinta di TIM pada tahun 2006 ini,yang menurut Emha telah memasuki masa sewindu.


Menariknya, kegiatan ini tak pernah putus dalam kurun delapan tahun. Komentar budayawan Mohammad Sobary yang mengatakan sosok Emha adalah seorang guru tarekat kesunyian, memberi gambaran bagaimana tokoh ini membaur dengan ”jamaahnya”. Menurut Kang Sobary,Emha merupakan guru yang selalu memberikan alternatif pemikiran atas kesulitan dan kepenatan hidup dari sebagian besar masyarakat Indonesia yang terbelit kemiskinan.

Ainun, katanya,selalu menghibur dan melakukan terobosan agar persoalan masyarakat yang terpinggirkan serta tidak diperhatikan oleh negara,sedikit terpecahkan. Cak Nun,begitu Emha
Ainun Nadjib lebih akrab disapa,terheranheran ketika tim SINDO menyambanginya di sela-sela acara Kenduri Cinta malam itu.Dia kaget karena terpilih sebagai People of The Year 2006 versi polling SINDO untuk kategori Budayawan.”Saya ini kan nggak pernah muncul di mana-mana. Respoden yang milihitu paling sing pernah ketemu aku,atau bareng karo (sama) aku,wong jumlahe yang cuman segitu,”ujarnya. Bagaimanapun,dia mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan oleh responden pollingSINDO. ”Saya juga merasa berutang bila dipandang konsisten bersama masyarakat.Mugo iku bener lan bisa ngelakonilah(Mudah-mudahan itu benar dan saya bisa menjalankannya),”papar pemimpin kelompok musik Kiai Kanjeng ini.


Secara panjang lebar,Cak Nun lantas mengungkapkan posisinya saat ini,rencananya di tahun-tahun mendatang,serta kapan dia akan ”lengser”dan mengakhiri aktivitasnya sebagai budayawan atau kebersamaannya bersama komunitas orang-orang terpinggirkan.Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana melihat pilihan responden SINDO atas ketokohan Anda?

Selama ini saya merasa marjinal, sangat marjinal.Acara saya, Kenduri Cinta ini,kalau dihitung delapan tahun ya sudah sekitar 420 kalilah.Masuk koran belum sampai tiga atau empat kali,itu yang di sini. Belum yang di Jombang,masuk koran lima kalilah kira-kira.Di Yogya apalagi,tidak pernah masuk koran sama sekali.Hong Kong opo maneh,Batam opo maneh.Apalagi yang di Finlandia.Itu artinya,saya tidak merasa sebagai faktor di Indonesia,i’m not a factor.Saya melihat teman-teman itu faktor. Garin itu faktor,Butet itu faktor, Mas Taufiq itu faktor,Rendra itu faktor.Apalagi SBY dan Kwik Kian Gie,itu faktor.

Lalu di mana posisi Cak Nun?

Saya di luar semua itu.Aku disebut budayawan nggaktepat, sama sekali nggaktepat.Kegiatan saya sama sekali bukan itu. Kegiatan saya kanmenjadi jembatannya rakyat kecil dengan bupati.Urusan tani,pekerjaan nggakada,persoalan sekolahan mahal,urusan kaki lima digusur, kanbegitu Mas.Jadi bukan budayawan.Aktivitas dalam bidang budaya paling 10%,agama malah 40%,aktivitas atau tema sosial politik tambah besar lagi.Tapi yo embuhlah,budayawan iku maksude opo.

Predikat itu kantidak lepas dari aktivitas Cak Nun selama ini?

Orang hidup itu kantidak hidup karena dia merencanakan hidup. Orang hidup itu dihidupkan,jadi tergantung sama yang menghidupkan.Makanan dimasak oleh yang masak.Masa yang menentukan masakannya,yang menentukan pasti yang masak to? Lhasekarang makanannya dimakan siapa,yatergantung yang masak,bukan tergantung masakannya.Lhasaya ini kan masakan,jadi ya tergantung yang masak saya.Saya ini pasif saja, tergantung yang masak.Jadi,hidup saya sampai umur hampir 60 tahun ini dijadwal orang,saya nggak punya company profile,nggak pernah punya proposal.Saya dijadwal orang seumur hidup.Tapi itu saya batasi secara kualitatif sampai Agustus 2007.

Kenapa dibatasi sampai Agustus 2007?

Ya karena saya sudah tua.Kalau saya menanam sesuatu kanharus lebih jelas,ini tumbuh atau tidak. Kalau terus diinjak-injak orang, masa menanam terus.Harus dipikir,harus ada kebun yang jelas, komposisi kimianya harus ditata benar,kanbegitu.Tapi intinya,saya tidak punya tujuan apa-apa.

Kalau sudah sampai Agustus 2007,Cak Nun akan melakukan apa?

Batas 2007 itu waktu untuk rakyat yang selama ini bersama saya.What are you going to do?Jadi Kalau di sini Anda ini mau apa? Mau jadi gerakan politik,parlemen jalanan,mau menggulingkan kekuasaan,atau Anda mau majelis ilmu saja.Di sini,kita omongomongan dapat ilmu dan pengalaman untuk memperbaiki kehidupan.Umum.Mau Islam, Kristen,monggosemuanya,yang penting ada ilmu kehidupan. Atau kita mau sinergi ekonomi, yasilakan.Atau mau jadi institusi sosial.

Mau bikin kursus kesenian, atau forum ini agar kelompok yang selama ini tidak ter-coveroleh media sama negara agar bisa tampil,monggo.Saya kasih batas waktu sampai 2007.Saya bilang, semua akan saya bantu.Gerakan politik saya akan dorong,apa pun keputusannya akan saya dorong. Kalau untuk saya,sudah ada keputusan.Saya sudah tahu mereka mau apa kok.Cuma,tidak boleh keputusan mereka lahir dari saya. Harus lahir dari rakyat,dari umat. Saya adalah pengagum konstitusi Madinah.Piagam Madinah itu merupakan konstitusi tertulis pertama di muka bumi.

Dia dibikin pelan-pelan berdasarkan gesekan,dialektika,bentrok,dan sebagainya oleh masyarakat secara langsung.Sampai akhirnya,satu persatu sampai 46 pasal terbentuk dalam jangka waktu enam tahun. Nabi Muhammad iku wis eruh (sudah tahu). Cuma,tidak ada gunanya kalau Anda kasih tahu yang baik itu begini.Sebab yang kita butuhkan adalah masyarakat memproses dirinya untuk mengetahui kebenaran dari pengalamannya sendiri.Itu pendidikan murni.

Kalau pun (ekspresinya) tidak terjadi,itu tidak masalah karena kita sudah menabung proses.Bisa jadi Agustus 2007 terus,tapi dengan bentuk yang sudah beda.Kalau sekarang,dalam Kenduri Cinta ini misalnya,kankomunitasnya campur-campur.Dari yang mau berontak sampai kafir liberal,serta tasawuf semua ada di sini.Nah, besok sudah tidak boleh.Harus jelas,sampeanjangan mati sia-sia.

Anda sendiri mau ke mana?

Oh,saya akan merebut sedikit diri saya.Saya akan menjalankan kewajiban-kewajiban primer saya sebagai penulis,meskipun saya masih belum tentu diterima oleh media massa.Tapi saya akan mencoba menikmati kehidupan saya itu.Itu pun juga tidak tergantung atas kemauan saya, makanya dalam setahun saya akan membaca untuk menyimpulkan pekerjaan saya ini apa sebenarnya.

Sebab saya melakukan pekerjaan kiai,saya melakukan pekerjaan musikus,saya melakukan pekerjaan kebatinan,saya melakukan pekerjaan dukun,saya melakukan pekerjaan dokter,saya melakukan pekerjaan LSM,saya disuruh melakukan pekerjaan macam-macam.
Apakah Cak Nun akan memilih salah satu pekerjaan itu?
Saya tidak memilih.Saya cuma melihat. Sekali lagi,kita ini kan cuma makanan.Jadi saya mau lihat, saya belum tahu itu.

Beberapa tahun terakhir aktif dengan Kiai Kanjeng,apakah itu bagian dari rencana Cak Nun?
Oh,saya tak pernah merencanakan lahirnya Kiai Kanjeng,saya tak pernah merencanakan pentas dengan Kiai Kanjeng,dan saya tidak pernah merencanakan keliling dunia dengan Kiai Kanjeng.Saya tidak pernah merencanakan pabrik plastik,saya tidak pernah merencanakan bikin ritel,saya tidak pernah merencanakan punya sekolahan,saya tidak pernah merencanakan punya studio musik, saya tidak pernah merencanakan semua itu.Nggak pernah.

Sebagai masakan,saya ikut.(Dalam beberapa tahun terakhir ini,Cak Nun dan istrinya,Novia Kolopaking, membangun pabrik plastik dan mengembangkan bisnis ritel berupa minimarket di Yogyakarta. Menurutnya,bisnis ini mereka lakukan salah satunya untuk menghidupi anggota Kiai Kanjeng).

Apakah proses mencari jati diri itu masih berlangsung sampai sekarang?

Saya ini,...Anda lihat buku saya di toko buku saja tidak jelas tempatnya.Ditaruh di rak agama tidak cocok,di rak budaya ya tidak cocok.Apalagi ilmu,pasti lebih tidak cocok.Kebatinan juga tidak cocok.Tidak ada tempat di Indonesia untuk saya kan? Tidak ada tempat.

Lantas,Cak Nun ini masuk kategori mana?

Lho,sejauh ini memang tidak ada kategorinya, tapi saya tidak menuntut tempat untuk saya.Demi Allah saya ndakmenuntut,aku iki wis tuwek,rek(saya ini sudah tua). Saya mencoba hidup mandiri dengan diri saya sehingga menjadi apa pun dan tidak menjadi apa pun tidak boleh menjadi masalah.

Termasuk tak mau disebut sebagai budayawan?

Nggak,nggak,saya tidak menolak disebut budayawan.I’m okay with that,karena dalam hidup ini Anda tidak pernah mendapatkan kebenaran yang utuh.Orang yang sedang kena flu akan tersiksa oleh angin,oleh panas.Sehingga definisi panas dan angin itu beda-beda pada orang flu dan orang sehat.Orang di dunia ini kanorang sehat dan orang flu.Jadi kalau orang terkena flu bilang saya A,orang sehat bilang saya B,yatidak masalah.

Jadi saya tidak keberatan dengan predikat itu. Terus terang,(dalam kiprah) dengan Kiai Kanjeng,saya bukan pemusik.Saya tidak tahu apa itu A minor,tapi Tuhan memberikan optimisme kepada saya.Saya nggak mengerti not balok.Cuma Gusti Allah sangat kasihan pada saya sehingga kalau ditanya orang tentang jip misalnya,aku dibisiki tentang jip.Tapi jangan bilang saya pakar jip.

Bukankan hal sederhana seperti itu yang membuat apa yang disampaikan ke masyarakat berharga?

Alhamdulillah kalau saya dipandang bermanfaat karena saya kira rumus dasar hidup ini,kadar martabat hidup manusia berbanding lurus dengan manfaat sosialnya.Tapi saya sendiri secara pribadi belum merasa bermanfaat, kalau ada berita saya sedikit bermanfaat,yaAlhamdulillah. Makanya,kalau dalam acara-acara Islam atau Kristen tetap saya ucapkan ayat Alquran.
Saya juga terang-terangan semuanya,sebab saat saya ucapkan ayat Alquran,saya menjanjikan keselamatan siapa saja yang bersama saya. Kalau ada yang salah seratus persen,saya yang salah.Kalau ada yang benar itu semata karena Tuhan.Itu kanrumus dasarnya. Bukan soal rendah hati,tapi kondisi objektifnya memang seperti itu.

Sebelum reformasi,Anda sering muncul di media massa.Kenapa setelah reformasi seolah tenggelam?

Saya akan menjelaskan pada suatu hari ketika orang siap atas penjelasan itu karena tidak semua manusia siap pada kata-kata,atau hujan,atau angin,atau gempa.
(Wawancara Emha Ainun Nadjib)

Kamis, 06 Desember 2007

"JIMO"

Antik, menurutnya kata itu berupa panggilan namanya pengganti nama sebenarnya yang di benci.
"gue paling beci orang tanya asal-usul gue!"
atau
"gue paling benci keramaian,"
atau
" gue paling benci..dsb..dsb.."
Ku rasa dia pun sesungguhnya benci dirinya sendiri.
JIMO katanya merupakan gabungan dua kata. entah siapa dan apa, aku lupa mungkin marger dari Jin Monyet.
Pantas lah, kata-kata lontarannya kadang bikin sebel, jayus tapi kadang lucu.
Inspiratip,seperti katanya Hujan Jum'at menjelang siang ini. Setan Alas! (biasa makian kesayangan yang cocok buat nya) bilang Hujan lama, langitnya sedih..! ough! boleh juga gaya nya. Baca Koran macam orang 'sibuk' aja.Tapi dia memang sibuk.Sibuk melawan 'Bipolar" nya. Sibuk merubah 'nama'nya...dan mungkin sibuk cari jati diri,karena terlanjur 'telat' dewasa.
Akh! JIMO sosok ga' ganteng, cenderung Jelek tapi intelek kalau sudah melek..(meski kadang suka nyempil belek)
JIMO, laki-laki yang berkeras untuk mandiri. Berlari dari tiap-tiap lorong waktu, dan melompat-lompat bertahan dari genangan hidup. JIMO sosok kenalan baru. Pencinta bunga, jelas pasti karena ia adalah kumbang. JIMO...JIMO...JIMO! ( Desember,2007)

"Posisi JiFFest di tengah festival film dunia"


MAJALAH Variety pernah mencatat, saat ini ada 467 festival film tingkat dunia. Termasuk Oscar yang megah, Cannes yang bergengsi, hingga Jakarta International Film Festival (JiFFest) pun masuk dalam catatan ini.
Sejarah festival film sendiri dimulai di negeri spageti, Italia. Tepatnya pada tahun 1932 ketika diktator Benito Mussolini membuka Festival Film Venesia. Hingga sekarang, Festival Film Venezia merupakan festival film tertua di dunia. Sejak Festival Film Venezia lahir, jumlah festivalfestival lainnya semakin marak.
Setiap negara, bahkan mempunyai festival film sendiri-sendiri. Jumlah resmi yang dicatat Variety, saat ini adalah 467 festival film tingkat dunia. JiFFest sendiri, menurut Nouval, mengusung konsep celebration festival. Di festival film ini diputar film-film terbaik dari seluruh dunia yang diproduksi selama dua tahun terakhir.
Menurut dia, JiFFest amat berbeda dengan Cannes maupun Oscar. Nouval mengatakan, ketika pertama kali digelar pada 1999, Indonesia belum mempunyai festival film berkelas internasional. Kehadiran JiFFest, menurut dia, diharapkan jadi ajang pembelajaran bagi para pembuat film. Sebab dulu, film asing jarang diekspos kecuali film Hollywood.
Selain itu, JiFFest juga dimanfaatkan untuk mengembangkan jaringan kerja, baik itu dengan media, para pembuat film maupun penyelenggara festival film lain. Yang menjadi daya tarik JiFFest adalah suasana menonton yang berbeda. Selain itu digelar pula kegiatan diskusi dan workshop.
Konsep yang diusung JiFFest memang tidak jauh berbeda dengan festival-festival film dunia lainnya. Namun, seperti JiFFest, masing-masing festival film justru punya karakteristik sendiri-sendiri. Contohnya, Festival Film Venezia tidak lebih hanyalah reuni insan film dunia.
Sementara itu Festival Film Cannes adalah gabungan antara kemewahan, politik, dan kecerdasan. Kemewahan film ini terletak pada aktor-aktris yang datang dan lokasi acara yang sangat eksotis. Wikipedia sendiri membagi festival film jadi enam bagian, yakni festival film kelas A, eksperimental, independen, festival film di Amerika Latin, festival film di Amerika Utara, dan festival film pelajar.
Untuk kelas A, festival yang dimasukkan adalah Festival Film Cannes, Venice, Berlin, Shanghai, Moskow, San Sebastian, Montreal, Locarno (sejak tahun 2002), Karlovy Vary, Mar del Plata, Kairo, dan Tokyo. Bagi pencinta film independen, festival seperti Sundance adalah surganya.
Selain Sundance, beberapa yang masuk dalam daftar ini adalah Telluride Film Festival, Tribeca Film Festival, WorldFest-Houston, Sonoma Valley Film Festival, dan the Vail Film Festival. (wahyu/sri noviarni)

Jumat, 30 November 2007

"Hari yang harus di lupakan"

Sebetulnya malas keluar hari itu. Siang terik dan sisa lelah begadang beberapa hari sebelum itu memaksa mood ku untuk tetap di rumah. Telepon genggam ku berbunyi. Hati ku bimbang antara datang atau tidak.Hal seperti itu membuat ku lemah otak,terkadang.Setengah hati aku berjalan ke tempat mu. Aku bertemu mantan pegawaimu,dan semua berjalan 'aneh' menurut perasaan ku. Seharusnya ku turuti kata hati sejak awal, dan hal itu pun terjadi
Dalam duduk lutut bertangkup lengan, saat obrolan sudah sampai tengah topik,mendadak pintu skat lemari di dorong. Berdiri setengah menantang dengan salah satu tanggan mengacung-acungkan ke atas,raut wajah penuh emosi. Muncul tiba-tiba di hadapan ku.Waktu itu aku tidak sedang duduk berhadapan dengan laki yang masih dianggapnya 'suami'.
"Diamput!"
maki ku kecil penuh sungut dalam hati tatkala ia merepet 'ngomel' tanpa ujung pangkal. Belum selesai pertanyaannya aku jawab ia mangkin mem-babi-buta (marah seperti babi buta mungkin maksudnya). Tak perlu penjelasan.penuh kecerdasan ku tak berkata apa pun. Bukannya aku takut, tapi aku khawatir membuat besar kemaluan ku dan kemaluan teman ku mendapati perempuan gaek yang depresi macam itu. Sizopren ringan grutu ku masih dalam hati dan bibirku tersenyum dingin, kalau 'iblis' betina itu sadar aku tengah mengejek nya,tapi dasar otak udang, hati macan."seng waras ngalah.." bathin ku.
Dan ku beranjak setengah mangsul, ingin ku tonjok bibir lemes nya, tapi sesaat hati ku tertawa. "Dia cemburu atau cemas pada lakinya yang ia sia-siakan, sedangkan lakinya pun tak mau beruang sama lagi dengannya."Lihat dunia, kini ku jadi mengerti". Semua wajah dengan mata menyelidik, semua telinga di pasang untuk menyimak. Puas kata-kata binal terucap pada ku,berat karena emosi sambil terus mengoceh 'gila' ia berlalu. Aku pun hengkang sambil merutuki ke sialan ku. Dan segenap kekuatan tubuh dan bathin ku tak urung satu-satu nama muncul di kepala ku, mengenali oknum di balik 'tragedy' yang Harus di lupakan segera, atau aku jadi merana dan ikutan gila seperti dia.
Ajaib nya ternyata yang merendahkan dan terlihat rendah seorang perempuan bukanlah laki-laki, tapi kaum perempuan itu sendiri. Tak jarang kita (kaum perempuan) di hinakan sebagai penduduk kelas 'dua', yang di dominasi oleh sembilan puluh sembilan perasaan, dan satu akal itu kerap hanya unjuk perasaan (emosi) saja, dan satu akalnya telah habis untuk masak "indomie telor" di dapur.TEGA nya.
(maaf harus ku katakan kau gila, karena sikap motah-motah mu yang tak terkira).
(nopember.2007)

Senin, 26 November 2007

"Blue"

If there's no other colour for my sky,

together with my eyes become blind when everythings dark.

I'll keep Blue as my sky.

Blue, when heaven smile Blue,

when the sun unover spring Blue.

Blue...Blue..Blue

I love Blue jus like i love YOUR-Authority

I love Blue just part of my soul

What is More I wish my soul's colour is Blue.

Have you ever ask, Why Blue??


Blue is sky, Blue is heart, Blue is YOUR-Smile

So do not blame it if I love blue.

Blue..Blue..Blue

It's necessary that i do become blue? Might be Not!

Cause I do not love all of my self very much

I do love Blue more, Blue my sky.

I'm just afraid that love so futter up, like bad cancer.

Means there must be alowed to go, there must be lossing feel.

Think you back is part of moment.

Beauty and Bitter in the same times.

"Sahabat lelaki ku"

Suatu malam...
Pada mu sahabat lelaki ku,
Renyah,ringan seakan melayang terdengar garis suaramu di ujung sana pada gendang telingaku,berucap juga."Aku bahagia sekali malam ini,"
Kriuk suaramu seperti kerupuk baru di goreng. akh! betapa mudah tertular aku pada suara ceria mu. Sendirinya sudut bibirku tertarik membentuk seulas senyum dan menebak-nebak apa yang pasti menyenangkan mu malam itu selain saat bersama ku, seperti kata mu sering.
Padahal belum legam ingatan ku akan wajah gusar oleh perasaan tak nyaman sebentar sore lalu.
Di mana waswas meliputi mu kala malam sebelumnya khawatir akan nasib buruk yang bakal terjadi, yang akhirnya semua baik saja. Lega mu.
Malam ini engkau senang, percaya boleh tidak, seketika aku juga ikut tergembira oleh suara dan berita mu.Ku tanya apa yang buat mu sesenang itu.
"Aku dapat beasiswa," jawab mu ringan.tersenyum pasti.
Setengah terkejut tak urung semangat ku bertanya lagi.
"dari?"
"Doorprise di acara halal bi halal, aku sekarang masih dalam acara."
Teriring ucapan selamat, dan menyadarkannya pasti bahwa silahturahim itu memperpanjang rezeki. Tersadar ia mengiyakan perkataan ku, hal yang ia malasi untuk hadir awalnya ternyata mendatangkan atmosfir menggembirakan juga 'hadiah' yang membesarkan hati.
Aku penasaran ingin dengar cerita itu banyak.
"Setiba ku di rumah, aku telpon esia mu, ku ceritakan lagi," Janji mu pasti.Lama.
Untuk mu sahabat lelaki ku. seperti slogan 'pamungkas' mu (selalu) bahwa hidup itu misteri. Benar-benar mengertilah kita makna dari itu.Masih lama juga.
Dan SMS pun ku kirim.
"Hari larut,aku mengantuk.Masih macet kah jalan jakarta selarut ini? hingga lama tiba dan ponselku tak kunjung bersuara.aku pun mengantuk..."
SMS di terima, sesaat ponselku berbunyi.
"Malam...", suara mu masih renyah.
Dan obrolan malam pun dimulai.(Nopember 2007)

Minggu, 25 November 2007

"Sang Buah Hati"

Kepada buah hati,belahan hati Bunda. Berjejalan ide-ide saat bersama mu. Teriring do'a dan bertaruh nyawa pada dua sembilan september duaribuenam berbantu bidan di klinik bersalin sederhana bersahaja pukul setengah delapan malam. Saat do'a-do'a terpanjat di bulan suci ramadhan kau terlahir dan berhak menyandang nama MUTIA ANZALNA RAMADHANI. Di mana Ramadhan adalah bulan suci sesuci lahir dan bathin mu, derai tangis lantang menantang kokohnya zaman. Mata mu bening sebening hati jiwa mu, rambut ikal secerdas akal pemikiran dan budi pekerti mu. Halus dan putih kulit mu sehalus tutur kata dan seputih sanubari mu. Bergerak pasti menyusuri puting susu ku dalam dekapan hangat ku,sang Bunda mu. Selamat Hidup buah hati ku, Syukur ku pada-Mu sang penguasa jagat raya beserta isinya. Atas Rahmat-Mu lah hidup dan mati.

"Gosok Gigi Bersama"

Kebiasaan membersihkan (menggosok) gigi sudah saya terapkan sedini mungkin pada putri pertama saya Mutia, yang saat ini telah berusia empat belas bulan. Petunjuk dari buku, majalah, dan tabloid keluarga yang kerap kali saya baca guna menambah wawasan sebagai sosok seorang 'ibu baru' selalu saya taati. Mulai dari tahap apa-apa saja yang boleh atau tidak dilakukan.
Seperti diawal usia dimana gusinya masih lembut, kerap saya bersihkan (gosok) pelan penuh kelembutan menggunakan kain kasa sehari dua kali, disetiap rutinitas mandi pagi atau sore. Saat membersihkan itu pula saya lakukan stimulasi reaksinya dengan mengajak berbicara atau sekedar bernyanyi riang agar kegiatan menggosok gigi dan mandi tidak membosankan.
Diusianya jelang enam bulan gigi seri mungil bagian depan, atas, dan bawah umbuh hampir bersamaan. Antara enam dan tujuh bulan jumlah gigi depan, atas dan bawahnya tumbuh sama rata, disusul oleh perumbuhan gigi-gigi seri geraham kiri kanan serta atas bawah berpasangan sesuai tahap perkembangannya. sejak awal tumbuh gigi seri (usia 6 bulan) Mutia sudah saya perkenalkan dengan berkunjung ke dokter gigi.
Seiring tumbuh kembangnya dan peningkatan kecerdasan maupun emosionlanya, suatu kali Mutia pernah menolak untuk gosok gigi. Rutinitas mandi pun jadi hanya ajang main air saja. Acap kali saya sodori sikat gigi khusus anak yang telah diberi sedikit pasta gigi khusus seusianya tentu, seketika ia mengatupkan kedua bibirnya membentuk sikap menolak sambil mengeleng-gelengkan kepala dan berceloteh pelo "tidak mau" khas versi bahasanya sendiri. Hal ini berlangsung hampir beberapa hari.
Pada suatau pagi saya kedapatan ide bagaimana membujuk Mutia guna menggosok gigi lagi. Ketika acara mandi pagi itu, agar ia mau membuka mulutnya untuk dibersihkan saya pegangi ia dengan sikat gigi kepunyaan saya tanpa pasta gigi. Saya arahkan sikat itu kemulut saya yang terbuka sambil berinstruksi menggunakan tanggan yang lain melakukan gerakan menggosok, seperti halnya ia pada tangan saya yang lain pun mulai menggosok giginya. Acara saling gosok gigi kali itu pun berjalan mulus, meskipun tak ayal baju yang saya kenakan harus ikut-ikutan kebasahan.
Jadilah hal itu sebagai momen ajang gosok gigi bersama, sampai saat ini kerap masih kami lakukan kala ia 'mogok' untuk sikat gigi. Setiap di akhir acara mandi, gosok gigipun menjadi sukses serta menyenangkan. Buat saya bisa melakukan kegiatan gosok gigi bersama di antara gelak tawa celoteh pelonya adalah juga saat indah berbagi kasih dengan si buah hati. Semoga melalui tulisan ini kelak Mutia bisa mengenangnya menjadi salah satu bagian dari sekian momen indah penuh kasih dalam hidupnya bersama Bunda. Las but not least Bunda kasih Mutia dalam peluk, cium dan do'a.(Jakarta,Nopember 2007)