Minggu, 25 November 2007

"Sang Buah Hati"

Kepada buah hati,belahan hati Bunda. Berjejalan ide-ide saat bersama mu. Teriring do'a dan bertaruh nyawa pada dua sembilan september duaribuenam berbantu bidan di klinik bersalin sederhana bersahaja pukul setengah delapan malam. Saat do'a-do'a terpanjat di bulan suci ramadhan kau terlahir dan berhak menyandang nama MUTIA ANZALNA RAMADHANI. Di mana Ramadhan adalah bulan suci sesuci lahir dan bathin mu, derai tangis lantang menantang kokohnya zaman. Mata mu bening sebening hati jiwa mu, rambut ikal secerdas akal pemikiran dan budi pekerti mu. Halus dan putih kulit mu sehalus tutur kata dan seputih sanubari mu. Bergerak pasti menyusuri puting susu ku dalam dekapan hangat ku,sang Bunda mu. Selamat Hidup buah hati ku, Syukur ku pada-Mu sang penguasa jagat raya beserta isinya. Atas Rahmat-Mu lah hidup dan mati.

"Gosok Gigi Bersama"

Kebiasaan membersihkan (menggosok) gigi sudah saya terapkan sedini mungkin pada putri pertama saya Mutia, yang saat ini telah berusia empat belas bulan. Petunjuk dari buku, majalah, dan tabloid keluarga yang kerap kali saya baca guna menambah wawasan sebagai sosok seorang 'ibu baru' selalu saya taati. Mulai dari tahap apa-apa saja yang boleh atau tidak dilakukan.
Seperti diawal usia dimana gusinya masih lembut, kerap saya bersihkan (gosok) pelan penuh kelembutan menggunakan kain kasa sehari dua kali, disetiap rutinitas mandi pagi atau sore. Saat membersihkan itu pula saya lakukan stimulasi reaksinya dengan mengajak berbicara atau sekedar bernyanyi riang agar kegiatan menggosok gigi dan mandi tidak membosankan.
Diusianya jelang enam bulan gigi seri mungil bagian depan, atas, dan bawah umbuh hampir bersamaan. Antara enam dan tujuh bulan jumlah gigi depan, atas dan bawahnya tumbuh sama rata, disusul oleh perumbuhan gigi-gigi seri geraham kiri kanan serta atas bawah berpasangan sesuai tahap perkembangannya. sejak awal tumbuh gigi seri (usia 6 bulan) Mutia sudah saya perkenalkan dengan berkunjung ke dokter gigi.
Seiring tumbuh kembangnya dan peningkatan kecerdasan maupun emosionlanya, suatu kali Mutia pernah menolak untuk gosok gigi. Rutinitas mandi pun jadi hanya ajang main air saja. Acap kali saya sodori sikat gigi khusus anak yang telah diberi sedikit pasta gigi khusus seusianya tentu, seketika ia mengatupkan kedua bibirnya membentuk sikap menolak sambil mengeleng-gelengkan kepala dan berceloteh pelo "tidak mau" khas versi bahasanya sendiri. Hal ini berlangsung hampir beberapa hari.
Pada suatau pagi saya kedapatan ide bagaimana membujuk Mutia guna menggosok gigi lagi. Ketika acara mandi pagi itu, agar ia mau membuka mulutnya untuk dibersihkan saya pegangi ia dengan sikat gigi kepunyaan saya tanpa pasta gigi. Saya arahkan sikat itu kemulut saya yang terbuka sambil berinstruksi menggunakan tanggan yang lain melakukan gerakan menggosok, seperti halnya ia pada tangan saya yang lain pun mulai menggosok giginya. Acara saling gosok gigi kali itu pun berjalan mulus, meskipun tak ayal baju yang saya kenakan harus ikut-ikutan kebasahan.
Jadilah hal itu sebagai momen ajang gosok gigi bersama, sampai saat ini kerap masih kami lakukan kala ia 'mogok' untuk sikat gigi. Setiap di akhir acara mandi, gosok gigipun menjadi sukses serta menyenangkan. Buat saya bisa melakukan kegiatan gosok gigi bersama di antara gelak tawa celoteh pelonya adalah juga saat indah berbagi kasih dengan si buah hati. Semoga melalui tulisan ini kelak Mutia bisa mengenangnya menjadi salah satu bagian dari sekian momen indah penuh kasih dalam hidupnya bersama Bunda. Las but not least Bunda kasih Mutia dalam peluk, cium dan do'a.(Jakarta,Nopember 2007)