Kamis, 06 Desember 2007

"JIMO"

Antik, menurutnya kata itu berupa panggilan namanya pengganti nama sebenarnya yang di benci.
"gue paling beci orang tanya asal-usul gue!"
atau
"gue paling benci keramaian,"
atau
" gue paling benci..dsb..dsb.."
Ku rasa dia pun sesungguhnya benci dirinya sendiri.
JIMO katanya merupakan gabungan dua kata. entah siapa dan apa, aku lupa mungkin marger dari Jin Monyet.
Pantas lah, kata-kata lontarannya kadang bikin sebel, jayus tapi kadang lucu.
Inspiratip,seperti katanya Hujan Jum'at menjelang siang ini. Setan Alas! (biasa makian kesayangan yang cocok buat nya) bilang Hujan lama, langitnya sedih..! ough! boleh juga gaya nya. Baca Koran macam orang 'sibuk' aja.Tapi dia memang sibuk.Sibuk melawan 'Bipolar" nya. Sibuk merubah 'nama'nya...dan mungkin sibuk cari jati diri,karena terlanjur 'telat' dewasa.
Akh! JIMO sosok ga' ganteng, cenderung Jelek tapi intelek kalau sudah melek..(meski kadang suka nyempil belek)
JIMO, laki-laki yang berkeras untuk mandiri. Berlari dari tiap-tiap lorong waktu, dan melompat-lompat bertahan dari genangan hidup. JIMO sosok kenalan baru. Pencinta bunga, jelas pasti karena ia adalah kumbang. JIMO...JIMO...JIMO! ( Desember,2007)

"Posisi JiFFest di tengah festival film dunia"


MAJALAH Variety pernah mencatat, saat ini ada 467 festival film tingkat dunia. Termasuk Oscar yang megah, Cannes yang bergengsi, hingga Jakarta International Film Festival (JiFFest) pun masuk dalam catatan ini.
Sejarah festival film sendiri dimulai di negeri spageti, Italia. Tepatnya pada tahun 1932 ketika diktator Benito Mussolini membuka Festival Film Venesia. Hingga sekarang, Festival Film Venezia merupakan festival film tertua di dunia. Sejak Festival Film Venezia lahir, jumlah festivalfestival lainnya semakin marak.
Setiap negara, bahkan mempunyai festival film sendiri-sendiri. Jumlah resmi yang dicatat Variety, saat ini adalah 467 festival film tingkat dunia. JiFFest sendiri, menurut Nouval, mengusung konsep celebration festival. Di festival film ini diputar film-film terbaik dari seluruh dunia yang diproduksi selama dua tahun terakhir.
Menurut dia, JiFFest amat berbeda dengan Cannes maupun Oscar. Nouval mengatakan, ketika pertama kali digelar pada 1999, Indonesia belum mempunyai festival film berkelas internasional. Kehadiran JiFFest, menurut dia, diharapkan jadi ajang pembelajaran bagi para pembuat film. Sebab dulu, film asing jarang diekspos kecuali film Hollywood.
Selain itu, JiFFest juga dimanfaatkan untuk mengembangkan jaringan kerja, baik itu dengan media, para pembuat film maupun penyelenggara festival film lain. Yang menjadi daya tarik JiFFest adalah suasana menonton yang berbeda. Selain itu digelar pula kegiatan diskusi dan workshop.
Konsep yang diusung JiFFest memang tidak jauh berbeda dengan festival-festival film dunia lainnya. Namun, seperti JiFFest, masing-masing festival film justru punya karakteristik sendiri-sendiri. Contohnya, Festival Film Venezia tidak lebih hanyalah reuni insan film dunia.
Sementara itu Festival Film Cannes adalah gabungan antara kemewahan, politik, dan kecerdasan. Kemewahan film ini terletak pada aktor-aktris yang datang dan lokasi acara yang sangat eksotis. Wikipedia sendiri membagi festival film jadi enam bagian, yakni festival film kelas A, eksperimental, independen, festival film di Amerika Latin, festival film di Amerika Utara, dan festival film pelajar.
Untuk kelas A, festival yang dimasukkan adalah Festival Film Cannes, Venice, Berlin, Shanghai, Moskow, San Sebastian, Montreal, Locarno (sejak tahun 2002), Karlovy Vary, Mar del Plata, Kairo, dan Tokyo. Bagi pencinta film independen, festival seperti Sundance adalah surganya.
Selain Sundance, beberapa yang masuk dalam daftar ini adalah Telluride Film Festival, Tribeca Film Festival, WorldFest-Houston, Sonoma Valley Film Festival, dan the Vail Film Festival. (wahyu/sri noviarni)