Kamis, 05 Juni 2008

Kubelah Bulan Jadi Dua

Kubelah bulan jadi dua
               Bintang jadi empat
               Galaksi jadi delapan

Untuk disematkan ke dada mu,
Agar terang mengubah seluruh darah dan
Luruh ke arah pusaraku

Kubelah lautan jadi dua (seperti Musa)
               Karang jadi empat
               Gelombang jadi delapan

Kusumbang padamu yang hampir padam
Supaya kau punya mimpi
Dan kau tak ditinggal mimpi


(dari HORISON; Lupa penulisnya
tapi aku jatuh cinta dengan puisi sederhana itu)

Senja Sendu Sedan



Senja sembab sendu. Mendung tanpa sang surya hangat memeluk. Lembayung pun tak serona sore biasa. Letih dan lelah hati ini menghirup udara dari balik celah-celah kamar yang suram tanpa cinta kasih dan membalut tubuh sepi ini. Beban demi beban tehantam terus pada bahu mungil yang dipaksa bertahan oleh keadaan. Sampai kapan kebebasan dapat ku genggam? Rintihan hati menjerit, melenguh dan menghentak keras ingin keluar. Relung hati ini terlalu sesak penuh oleh gemanya yang tak mampu menembus labirin sang waktu. Aku hampa..! aku jalang yang merana. Dalam kungkungan setan munafik yang bernama keluarga. Keluarga yang haus akan kesempurnaannya. Dan sampai kapan pun kesempurnaan itu tak akan terwujud. Sebab kehasuan nafsu manusia yang kurang-kurang dan terus kekurangan. Yang ingin tambah-tambah dan bertambah.

Momok itu bernama teror. Aku semakin takut. Semakin tercengkeram. Aku tak mau keluarga ini. Aku ingin seperti udara, bebas tanpa batas! Udara yang tak akan pernah memiliki kaki yang bisa di pasung oleh intimidasi dan deskriminasi. Aku ingin seperti angin yang bisa berhembus kemana saja ku mau. Kemana saja. Utara, selatan, timur dan barat dapat ku kuasai dengan mudah. Bisa ku jelajahi dengan bebas tanpa terbeban.

Aku harus bicara..harus! dan bergerak. selalu itu yang bisa aku gema kan. Hanya dalam hati. Akh mengapa harus ada nurani? meski semua orang singkirkan hal ini tapi tetap saja, gema itu muncul dan selalu menghentak-hentak. Set Me Free! Ku berhak untuk itu!

Ide..ide..ide..ide...bergelut dan bergelayut dengan waktu. Sedang energi ku sudah hambis luluh lantah oleh beban ini, itu. Oleh dekapan sang momok deskriminasi, intimidasi, dan maskulinisme. Yang tak senang jika aku cerdas, menjadi pintar bahkan akan melebihi mereka. Mereka takut terkungkung pada selangkangan. Hanya mengintip dari celah ketiak saja yang mereka bisa. Aku ingin bebas..bebas bebas dan bebas.